ADAT PERKAWINAN SUKU REJANG
Oleh: Abimanyu Dn
Tugas Mulok
ADAT PERKAWINAN SUKU REJANG
Suku Rejang Merupakan salah satu suku yang ada di Pulau Sumatera yang memiliki adat,bahasa,dan aksara tersendiri.Dalam hal Perkawinan(pernikahan) Suku Rejang mempunyai cara tersendiri dalam tata-cara pelaksanaannya dan ketentuan-ketentuan yang mengaturnya.Sehingga Kekayaan Budaya ini hendaklah selalu dijaga agar tidak punah ditelan masa.
Suku Rejang Merupakan salah satu suku yang ada di Pulau Sumatera yang memiliki adat,bahasa,dan aksara tersendiri.Dalam hal Perkawinan(pernikahan) Suku Rejang mempunyai cara tersendiri dalam tata-cara pelaksanaannya dan ketentuan-ketentuan yang mengaturnya.Sehingga Kekayaan Budaya ini hendaklah selalu dijaga agar tidak punah ditelan masa.
TUJUAN PERKAWINAN
a. untuk mendapatkan teman hidup dan memperoleh keturunan, yang disebut Mesoa Kuat Temuun Juei;
b. untuk memenuhi kebutuhan biologis, hal dimaksudkan agar kaum muda dapat terhindar dari perbuatan tercela;
c. memperoleh status sosial ekonomi. Bagi suku Rejang bujang dan gadis belum merupakan orang kaya ( coa ade kayo ne) oleh karena itu mereka harus kawin, setelah kawin mereka akan bekerjasama untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan memupuk kekayaan bagi keluarga mereka sendiri.
Suku Rejang juga memiliki suatu pandangan mengenai perkawinan yang diinginkan (ideal). Perkawinan seperti ini kebanyakan diukur dari kondisi calon pengantin, baik laki maupun perempuan. Perempuan yang baik untuk menjadi isteri apabila dia memenuhi berbagai persyaratan, yang pada dasarnya menunjukkan perilaku yang baik dan pandai mengatur rumah tangga. Persyaratan-persyaratan tersebut antara lain adalah : baik tutur katanya; pandai mengatur halaman rumah dan bunga-bunga di pekarangan; pandai menyusun/mengatur kayu api (semulung putung); bagus bumbung airnya (lesat beluak bioa); dan mempunyai sifat pembersih.
Sedangkan bagi kaum laki-laki, syarat-syarat yang harus dipenuhi menunjukkan bahwa ia adalah orang yang berilmu-pengetahuan dan berketerampilan. Syarat-syarat bagi laki-laki tersebut antara lain adalah : banyak ilmu batin dan pandai bersilat; pandai menebas dan menebang kayu; pandai membuat alat senjata dan alat-alat untuk bekerja.
Selain itu dalam adat suku Rejang juga diatur larangan untuk kawin bagi anggota suku tersebut. Secara adat, orang Rejang dilarang kawin dengan saudara dekat, sebaiknya perkawinan itu dilakukan dengan orang lain (mok tun luyen). Perkawinan dengan saudara dekat dianggap merupakan suatu perkawinan sumbang, yang mereka sebut Kimok (memalukan/menggelikan). Perkawinan dengan sesama famili disebut kawin Sepasuak dan perkawinan dengan saudara yang berasal dari moyang bersaudara (semining) disebut Mecuak Kulak. Perkawinan Sepasuak dan Mecuak Kulak ini merupakan perkawinan yang dilarang, namun demikian apabila tidak dapat dihindarkan maka mereka yang kawin didenda secara adat berupa hewan peliharaan atau uang, denda seperti ini disebut Mecuak Kobon. Jenis perkawinan lainnya yang dilarang secara adat adalah perkawinan antara seorang pria atau wanita dengan bekas isteri atau suami dari saudaranya sendiri, apabila saudaranya tersebut masih hidup.
Sedangkan bagi kaum laki-laki, syarat-syarat yang harus dipenuhi menunjukkan bahwa ia adalah orang yang berilmu-pengetahuan dan berketerampilan. Syarat-syarat bagi laki-laki tersebut antara lain adalah : banyak ilmu batin dan pandai bersilat; pandai menebas dan menebang kayu; pandai membuat alat senjata dan alat-alat untuk bekerja.
Selain itu dalam adat suku Rejang juga diatur larangan untuk kawin bagi anggota suku tersebut. Secara adat, orang Rejang dilarang kawin dengan saudara dekat, sebaiknya perkawinan itu dilakukan dengan orang lain (mok tun luyen). Perkawinan dengan saudara dekat dianggap merupakan suatu perkawinan sumbang, yang mereka sebut Kimok (memalukan/menggelikan). Perkawinan dengan sesama famili disebut kawin Sepasuak dan perkawinan dengan saudara yang berasal dari moyang bersaudara (semining) disebut Mecuak Kulak. Perkawinan Sepasuak dan Mecuak Kulak ini merupakan perkawinan yang dilarang, namun demikian apabila tidak dapat dihindarkan maka mereka yang kawin didenda secara adat berupa hewan peliharaan atau uang, denda seperti ini disebut Mecuak Kobon. Jenis perkawinan lainnya yang dilarang secara adat adalah perkawinan antara seorang pria atau wanita dengan bekas isteri atau suami dari saudaranya sendiri, apabila saudaranya tersebut masih hidup.
A. Bentuk Perkawinan
Mengenai bentuk-bentuk perkawinan adat Rejang, ada beberapa perbedaan dengan suku lain di Indonesia ini walaupun kemungkinan ada istilah yang sama dengan bentuk perkawinan suku-bangsa Rejang.
Didalam adat Suku Rejang bentuk perkawinannya dengan cara Eksogami yang bentuk asalnya adalah kawin Jujur atau dalam bahasa Rejang disebut dengan Beleket.Namun dengan adanya pengaruh dari suku bangsa lain terutama dari suku Minangkabau maka ada bentuk perkawinan lain yang yaitu Semendo (Semenda) , sehingga dalam adat perkawinan Rejang pada intinya ada dua bentuk perkawinan yaitu”Kawin Jujur (Beleket) dan kawin Semendo” .
Kemudian pada perkembangan selanjutnya bentuk perkawinan yang berasal dari pengaruh luar yakni semendo tersebut dibagi menjadi dua bentuk dengan berbagai macam akibat hukumnya pula, yaitu ada perkawinan semendo yang semua anaknya masuk petulai ibu ( Matrilineal ) dan ada pula yang menentukan sebagian anak masuk petulai bapak tetapi tidak ada perkawinan Semendo yang menentukan bahwa semua anaknya masuk kepihak bapak walaupun dalam satu hal tidak mempengaruhi sistem keturunan yaitu yang kita kenal dalam lembaga kawin Semendo Rajo-rajo yang menentukan’Semua anaknya masuk petulai ibu dan serentak masuk kedalam petulai bapak dalam arti clan patrilineal semua, karena disuku Rejang tidak mengenal clan Matrilineal” .
Mengenai bentuk-bentuk perkawinan adat Rejang, ada beberapa perbedaan dengan suku lain di Indonesia ini walaupun kemungkinan ada istilah yang sama dengan bentuk perkawinan suku-bangsa Rejang.
Didalam adat Suku Rejang bentuk perkawinannya dengan cara Eksogami yang bentuk asalnya adalah kawin Jujur atau dalam bahasa Rejang disebut dengan Beleket.Namun dengan adanya pengaruh dari suku bangsa lain terutama dari suku Minangkabau maka ada bentuk perkawinan lain yang yaitu Semendo (Semenda) , sehingga dalam adat perkawinan Rejang pada intinya ada dua bentuk perkawinan yaitu”Kawin Jujur (Beleket) dan kawin Semendo” .
Kemudian pada perkembangan selanjutnya bentuk perkawinan yang berasal dari pengaruh luar yakni semendo tersebut dibagi menjadi dua bentuk dengan berbagai macam akibat hukumnya pula, yaitu ada perkawinan semendo yang semua anaknya masuk petulai ibu ( Matrilineal ) dan ada pula yang menentukan sebagian anak masuk petulai bapak tetapi tidak ada perkawinan Semendo yang menentukan bahwa semua anaknya masuk kepihak bapak walaupun dalam satu hal tidak mempengaruhi sistem keturunan yaitu yang kita kenal dalam lembaga kawin Semendo Rajo-rajo yang menentukan’Semua anaknya masuk petulai ibu dan serentak masuk kedalam petulai bapak dalam arti clan patrilineal semua, karena disuku Rejang tidak mengenal clan Matrilineal” .
Berikut bentuk-bentuk perkawinan suku bangsa Rejang secara Rinci :
1. Perkawinan Jujur ( Beleket )
Bentuk kawin jujur tidak hanya dikenal di suku bangsa Rejang akan tetapi dibeberapa daerah Indonesia lainnya ada bentuk kawin jujur ini.Jujur diartikan “sebagai teknis didalam hukum adat,jujur menyimpulkan pembayaran uang dan barang dari pihak pria kepada pihak wanita dengan tujuan memasukan wanita tersebut kedalam pihak pria(suaminya)demikian juga anak-anaknya”.
Daerah luar adat rejang yang bentuk perkawinannya dengan system jujur menyebutkan jujur dengan istilah lain seperti :”Jujur”(Tapanuli Selatan dan Sumsel),”beuli niha”(Nias),”Unjuk”(Gayo),”tuhor”(Batak),”seroh”(Lampung),”Kule”(Pasemah) dan sebagainya . Dalam hubungannya dengan adat perkawinan Rejang istilah Kawin jujur disebut dengan beleket. Abdullah Sidik dalam bukunya hukum adat Rejang (1980) menjelaskan :
Beleket ialah kawin jujur siperempuan beleket dilepaskan dari golongan anak saudaranya dan dimasukan bersama-sama anaknya kegolongan sanak saudara dari suami, disamping kenyataan ini siperempuan beleket wajib pula bertempat tinggal ditempat suaminya,setidak-tidaknya ditempat keluarga suaminya .
Akan tetapi berdasarkan pemufakatan bersama mereka dapat bertempat tinggal jauh dari desanya dengan tidak mengurangi asas kawin jujur(beleket) yaitu anak-anak mereka yang kawin jujur tetap masuk suku Ayah.
2. Kawin Semendo
Ada dua macam bentuk perkawinan Semendo dalam adat Rejang, yaitu :
I. Semendo Tambiak Anak ( Terambil Anak )
Tambiak jelas berasal dari bahasa Minangkabau yang artinya ambil. Maksud dari perkawinan ini ialah bagi keluarga perempuan yang tidak mempunyai anak laki-laki atau anak laki-lakinya masih kecil, maka atas persetujuan bersama menerima laki-laki lain sebagai mantunya. Laki-laki yang menjadi menantu tersebut tidak menanggung biaya sedikitpun atas pelaksanaan perkawinan,pesta,upacara adat perkawinan,sebaliknya ditanggung seluruhnya oleh pihak perempuan, bila selesai akad perkawinan suami tersebut harus tinggal dirumah mertua sampai akhir hayat atau sampai anaknya dewasa.
Mengenai perkawinan bentuk semendo tambiak anak mulai berlaku dalam adat Rejang pada abad ke-18 begitu tulisan dari William Marsden Seorang berkebangsaan Inggris ( 1754-1836)yang menjadikan Rejang sebagai pusat pusat penelitiannya.
Berikut diantara tulisan W.Marsden tersebut yang dikutif Abdullah Sidik dalam hukum Adat Rejang (1980):
In the of marriage by ambil ana, the father of a virgin make chioce of some young man for the husband, generally from an interior family, which renounces all further right to,or interest in him,and he is taken into the house of his father in law,who kill a bufallo on the occasion
Demikian keterangan W.Marsden tentang bentuk perkawinan semendo tambiak anak yang berlaku di dalam adat Rejang.
II. Perkawinan Semendo Rajo-rajo
Bentuk perkawinan ini disebut juga dengan perkawinan”Semendo beradat atau semendo suka sama suka,kedua belah pihak keluarga setuju saling membiayai perkawinan di rumah masing-masing setelah akad perkawinan suami-istri bebas memilih tempat tinggal” .
3. Perkawinan sumbang
Yakni perkawinan yang dianggap memalukan. Misalnya karena sang gadis telah berbuat hal-hal yang memalukan (komok) sehingga menimbulkan celaan dari masyarakat atau perkawinan yang dilakukan oleh sesama saudara dekat.
4. Perkawinan ganti tikar (Mengebalau)
Yaitu perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki yang isterinya telah meninggal dengan saudara perempuan isterinya, atau dengan perempuan yang berasal dari lingkungan keluarga isterinya yang telah meninggal tersebut.
B. SYARAT-SYARAT PERKAWINAN
1. Mas Kawin
Mas kawin dapat di istilahkan sebagai uang antaran.Meskipun mas kawin dipandang sebagai syarat,namun kebiasaan masyarakat Rejang mempunyai variasi yang berbeda dalam menentukan besarnya mas kawin dan tergantung pada kemampuan pihak keluarga laki-laki.
2. Mas Kutai
Mas Kutai adalah denda kutai yang merupakan akibat dari perkawinan yang sepetulai,akan tetapi pada umumnya sekarang untuk menyusur petulai setiap individu tidak mudah. Maka pada akhirnya Mas Kutai ini menjadi umum dalam masyarakat rejang Sekarang.
Jika kita artikan mas kutai,mas ( emas ) adalah hasil tambang yang kita jadikan barang perhiasaan gelang,cincin,dll dan jika dijual harganya mahal. Kutai seperti yang telah dijelaskan bahwa orang yang tinggal dalam satu dusun yang ada pemimpinnya,jelas batas dusunnya,hukumnya ada yang dipegang siapa yang melanggarnya akan kena hukum.Dan Mas kutai dapat diartikan sebagai permintaan dari pihak perempuan berupa uang untuk diserahkan kepada kutai .
1. Perkawinan Jujur ( Beleket )
Bentuk kawin jujur tidak hanya dikenal di suku bangsa Rejang akan tetapi dibeberapa daerah Indonesia lainnya ada bentuk kawin jujur ini.Jujur diartikan “sebagai teknis didalam hukum adat,jujur menyimpulkan pembayaran uang dan barang dari pihak pria kepada pihak wanita dengan tujuan memasukan wanita tersebut kedalam pihak pria(suaminya)demikian juga anak-anaknya”.
Daerah luar adat rejang yang bentuk perkawinannya dengan system jujur menyebutkan jujur dengan istilah lain seperti :”Jujur”(Tapanuli Selatan dan Sumsel),”beuli niha”(Nias),”Unjuk”(Gayo),”tuhor”(Batak),”seroh”(Lampung),”Kule”(Pasemah) dan sebagainya . Dalam hubungannya dengan adat perkawinan Rejang istilah Kawin jujur disebut dengan beleket. Abdullah Sidik dalam bukunya hukum adat Rejang (1980) menjelaskan :
Beleket ialah kawin jujur siperempuan beleket dilepaskan dari golongan anak saudaranya dan dimasukan bersama-sama anaknya kegolongan sanak saudara dari suami, disamping kenyataan ini siperempuan beleket wajib pula bertempat tinggal ditempat suaminya,setidak-tidaknya ditempat keluarga suaminya .
Akan tetapi berdasarkan pemufakatan bersama mereka dapat bertempat tinggal jauh dari desanya dengan tidak mengurangi asas kawin jujur(beleket) yaitu anak-anak mereka yang kawin jujur tetap masuk suku Ayah.
2. Kawin Semendo
Ada dua macam bentuk perkawinan Semendo dalam adat Rejang, yaitu :
I. Semendo Tambiak Anak ( Terambil Anak )
Tambiak jelas berasal dari bahasa Minangkabau yang artinya ambil. Maksud dari perkawinan ini ialah bagi keluarga perempuan yang tidak mempunyai anak laki-laki atau anak laki-lakinya masih kecil, maka atas persetujuan bersama menerima laki-laki lain sebagai mantunya. Laki-laki yang menjadi menantu tersebut tidak menanggung biaya sedikitpun atas pelaksanaan perkawinan,pesta,upacara adat perkawinan,sebaliknya ditanggung seluruhnya oleh pihak perempuan, bila selesai akad perkawinan suami tersebut harus tinggal dirumah mertua sampai akhir hayat atau sampai anaknya dewasa.
Mengenai perkawinan bentuk semendo tambiak anak mulai berlaku dalam adat Rejang pada abad ke-18 begitu tulisan dari William Marsden Seorang berkebangsaan Inggris ( 1754-1836)yang menjadikan Rejang sebagai pusat pusat penelitiannya.
Berikut diantara tulisan W.Marsden tersebut yang dikutif Abdullah Sidik dalam hukum Adat Rejang (1980):
In the of marriage by ambil ana, the father of a virgin make chioce of some young man for the husband, generally from an interior family, which renounces all further right to,or interest in him,and he is taken into the house of his father in law,who kill a bufallo on the occasion
Demikian keterangan W.Marsden tentang bentuk perkawinan semendo tambiak anak yang berlaku di dalam adat Rejang.
II. Perkawinan Semendo Rajo-rajo
Bentuk perkawinan ini disebut juga dengan perkawinan”Semendo beradat atau semendo suka sama suka,kedua belah pihak keluarga setuju saling membiayai perkawinan di rumah masing-masing setelah akad perkawinan suami-istri bebas memilih tempat tinggal” .
3. Perkawinan sumbang
Yakni perkawinan yang dianggap memalukan. Misalnya karena sang gadis telah berbuat hal-hal yang memalukan (komok) sehingga menimbulkan celaan dari masyarakat atau perkawinan yang dilakukan oleh sesama saudara dekat.
4. Perkawinan ganti tikar (Mengebalau)
Yaitu perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki yang isterinya telah meninggal dengan saudara perempuan isterinya, atau dengan perempuan yang berasal dari lingkungan keluarga isterinya yang telah meninggal tersebut.
B. SYARAT-SYARAT PERKAWINAN
1. Mas Kawin
Mas kawin dapat di istilahkan sebagai uang antaran.Meskipun mas kawin dipandang sebagai syarat,namun kebiasaan masyarakat Rejang mempunyai variasi yang berbeda dalam menentukan besarnya mas kawin dan tergantung pada kemampuan pihak keluarga laki-laki.
2. Mas Kutai
Mas Kutai adalah denda kutai yang merupakan akibat dari perkawinan yang sepetulai,akan tetapi pada umumnya sekarang untuk menyusur petulai setiap individu tidak mudah. Maka pada akhirnya Mas Kutai ini menjadi umum dalam masyarakat rejang Sekarang.
Jika kita artikan mas kutai,mas ( emas ) adalah hasil tambang yang kita jadikan barang perhiasaan gelang,cincin,dll dan jika dijual harganya mahal. Kutai seperti yang telah dijelaskan bahwa orang yang tinggal dalam satu dusun yang ada pemimpinnya,jelas batas dusunnya,hukumnya ada yang dipegang siapa yang melanggarnya akan kena hukum.Dan Mas kutai dapat diartikan sebagai permintaan dari pihak perempuan berupa uang untuk diserahkan kepada kutai .
3........................
4........................
5........................
C. BERTUNANGAN
Masyarakat dalam Kutai dari dahulu mengakui adanya bertunang. Bertunang dilakukan jika sudah ada rasan dan dirasan antara keluarga laki-laki dengan perempuan,yang dalam adat rejang disebut Belinjang. Sebenarnya pertunangan itu adalah persetujuan antara kedua belah pihak yang mau melangsungkan perkawinan,dimana mereka satu sama lain akan melakukan suatu bentuk perkawinan tertentu.
Masyarakat dalam Kutai dari dahulu mengakui adanya bertunang. Bertunang dilakukan jika sudah ada rasan dan dirasan antara keluarga laki-laki dengan perempuan,yang dalam adat rejang disebut Belinjang. Sebenarnya pertunangan itu adalah persetujuan antara kedua belah pihak yang mau melangsungkan perkawinan,dimana mereka satu sama lain akan melakukan suatu bentuk perkawinan tertentu.
D. LARANGAN-LARANGAN PERKAWINAN
1. Eksogami__Dilarang menikah dengan 1 petulai
2. Sesuku__Dilarang Menikah dengan 1 Suku
3. Parallel-Cousins__Dilarang menikah jika Orang tuanya 2 Beradik(Senenek).Jika ada yang melanggar maka diharuskan membayar mas Kutai(ada berupa uang dan hewan) digunakan untuk cuci kampung.Perkawinan senenek disebut dengan Kawin Pecah periuk.Sedangkan perkawinan Sepoyang disebut dengan kawin pecah kulak.
4. Cross-Cousins__Dilarang menikah jika Ibu dan bapaknya yang 2 beradik.
1. Eksogami__Dilarang menikah dengan 1 petulai
2. Sesuku__Dilarang Menikah dengan 1 Suku
3. Parallel-Cousins__Dilarang menikah jika Orang tuanya 2 Beradik(Senenek).Jika ada yang melanggar maka diharuskan membayar mas Kutai(ada berupa uang dan hewan) digunakan untuk cuci kampung.Perkawinan senenek disebut dengan Kawin Pecah periuk.Sedangkan perkawinan Sepoyang disebut dengan kawin pecah kulak.
4. Cross-Cousins__Dilarang menikah jika Ibu dan bapaknya yang 2 beradik.
E. UPACARA PERKAWINAN
Acara perkawinan dalam adat Rejang dikenal dengan sebutan umbung.Istilah ‘Bimbang sebenarnya bukanlah sebutan asli adat Rejang akan tetapi berasal dari sebutan sebutan adat melayu Bengkulu,yang sekarang ini telah menjadi adat-istiadat dikalangan masyarakat Rejang terutama di bagian pesisir’ .Kata Bimbang sendiri dalam kata Melayu berkaitan dengan keadaan,keluarga yang akan mengadakan acara perkawinan dalam keadaan bimbang,ragu apa yang harus dipersiapkan dan sebagainya oleh sebab itu perlu ada bantuan dan persiapan dari sanak keluarga untuk membantunya. Selain itu dalam isyilah rejang disebut juga umbung. Umbung sendiri dari kata air yang menggelembung,maksud dari kata umbung ini adalah semua sanak keluarga berkumpul balik kerumah keluarga yang akan melangsungkan acara perkawinan,membantu apa saja yang bisa dikerjakan dengan tujuan untuk membantu hajatan keluarganya itu. Oleh karena itu dalam proses acara perkawinan itu terdapat unsur-unsur yang mencakup tiga kegiatan pokok, yaitu upacara sebelum perkawinan, upacara pelaksanaan perkawinan dan upacara setelah perkawinan. Berikut Pembagian Acara Bimbang:
1. Bimbang Gedang
Dalam bimbang ini lama pelaksanaannya adalah selama 6 hari.Dan yang biasa melakukan nya adalah keluarga yang berada(kaya).
1) Hari ke-1 : Rasan (mufakat)sanak-sanak
Dinamakan rasan sanak-sanak karena memang yang diajak bermufakat adalah keluarga yang akan mengadakan bimbang ataupun umbung acara perkawinan,sebagai persiapan sanak keluarga baik dekat maupun jauh semuanya di undang dalam rasan sanak-sanak.Hasil dari permufakatan sanak-sanak ini antara lain :
• Menetapkan hari dan macam acara perkawinan
• Memilih dan menunjuk panitia pelaksana
• Menetapkan acara yang dilaksanakan
• Mempersiapkan apa yang mungkin bisa dipinjam atau sewa alat-alat yang dibutuhkan.
• Menetapkan kapan ambil alat kemujung(tarup)
Acara perkawinan dalam adat Rejang dikenal dengan sebutan umbung.Istilah ‘Bimbang sebenarnya bukanlah sebutan asli adat Rejang akan tetapi berasal dari sebutan sebutan adat melayu Bengkulu,yang sekarang ini telah menjadi adat-istiadat dikalangan masyarakat Rejang terutama di bagian pesisir’ .Kata Bimbang sendiri dalam kata Melayu berkaitan dengan keadaan,keluarga yang akan mengadakan acara perkawinan dalam keadaan bimbang,ragu apa yang harus dipersiapkan dan sebagainya oleh sebab itu perlu ada bantuan dan persiapan dari sanak keluarga untuk membantunya. Selain itu dalam isyilah rejang disebut juga umbung. Umbung sendiri dari kata air yang menggelembung,maksud dari kata umbung ini adalah semua sanak keluarga berkumpul balik kerumah keluarga yang akan melangsungkan acara perkawinan,membantu apa saja yang bisa dikerjakan dengan tujuan untuk membantu hajatan keluarganya itu. Oleh karena itu dalam proses acara perkawinan itu terdapat unsur-unsur yang mencakup tiga kegiatan pokok, yaitu upacara sebelum perkawinan, upacara pelaksanaan perkawinan dan upacara setelah perkawinan. Berikut Pembagian Acara Bimbang:
1. Bimbang Gedang
Dalam bimbang ini lama pelaksanaannya adalah selama 6 hari.Dan yang biasa melakukan nya adalah keluarga yang berada(kaya).
1) Hari ke-1 : Rasan (mufakat)sanak-sanak
Dinamakan rasan sanak-sanak karena memang yang diajak bermufakat adalah keluarga yang akan mengadakan bimbang ataupun umbung acara perkawinan,sebagai persiapan sanak keluarga baik dekat maupun jauh semuanya di undang dalam rasan sanak-sanak.Hasil dari permufakatan sanak-sanak ini antara lain :
• Menetapkan hari dan macam acara perkawinan
• Memilih dan menunjuk panitia pelaksana
• Menetapkan acara yang dilaksanakan
• Mempersiapkan apa yang mungkin bisa dipinjam atau sewa alat-alat yang dibutuhkan.
• Menetapkan kapan ambil alat kemujung(tarup)
2) Hari ke-2 : Hari ini adalah hari penegak pengunjung(tarup),
yakni tempay untuk para tamu-tamu yang biasanya terdiri dari bambu-bambu dan kayu persegi.Biasanya dipanggung ini,makanan disusun dengan bentuk lingkaran sehingga dalam acara makan-makan terasa lebih kekeluargaan.
3) Hari ke-3 : Rasan Kutai/hari mufakat rajo penghulu.
Dalam adat Rejang setelah mufakat semua keluarga dalam rasan sanak-sanak, keputusan mereka juga perlu disampaikan pada rasan atau mufakat kutai.Yang dimaksud Rasan Kutai bukan berarti mengambil alih acara perkawinan akan tetapi acara perkawinan itu milik antara pihak laki-laki dan perempuan,maka tentu lebih sempurna juga jika dibantu oleh masyarakat kutai.Yang menjadi perangkat Kutai ialah Ketua Kutai,Imam,Kepala desa dan perangkatnya. Dalam Mufakat ini menentukan
• Hari Penentuan akad nikah(jam berapa akan dilakukan)
• ........................................................................................
Pada malam harinya biasanya dilakukan inai curi.
4) Hari ke-4 : Disebut hari maulud(hari puncaknya)/akad nikah
a. Acara Mengantar Pengantin
Acara mengantar pengantin merupakan sebutan masyarakat adat Rejang yakni acara membawa pengantin dari rumahnya ke rumah pengantin perempuan,acara ini biasa dilakukan dengan meriah sekali diiringi dengan alat-alat kesenian rejang dan doa.
Sebelum berangkat,terlebih dahulu orang tua mempercikan air SITAWAR SIDINGIN terhadapo pengantin laki-laki serta membaca doa selamat dan kesejahteraan.Pengantin Juga didampingi seorang pengapit,fungsinya untuk mendampingi dan memberi petunjuk-petunjuk serta isyarat-isyarat yang mungkin diperlukan sejak berangkat sampai selesai adak nikah.
b. Akad Nikah/ijab kabul
Akad nikah biasa dilakukan dihadapan penghulu.
c. Benapa
setelah ijab kabul dilakukan lah Jamuan kutai dan seni sarafal anam(bedeker),walau sarat dengans eni akan tetapi pada intinya memeriahkan dan mengumumkan bahwa pengantin berdua telah diijab kabul dan inilah dinamakan dengan dengan benapa.”Benapa dilakukan dijalan raya sambil mengiringi kedua pengantin dan sekaligus mengajak anggota sarafal anam untuk bergabung” .
yakni tempay untuk para tamu-tamu yang biasanya terdiri dari bambu-bambu dan kayu persegi.Biasanya dipanggung ini,makanan disusun dengan bentuk lingkaran sehingga dalam acara makan-makan terasa lebih kekeluargaan.
3) Hari ke-3 : Rasan Kutai/hari mufakat rajo penghulu.
Dalam adat Rejang setelah mufakat semua keluarga dalam rasan sanak-sanak, keputusan mereka juga perlu disampaikan pada rasan atau mufakat kutai.Yang dimaksud Rasan Kutai bukan berarti mengambil alih acara perkawinan akan tetapi acara perkawinan itu milik antara pihak laki-laki dan perempuan,maka tentu lebih sempurna juga jika dibantu oleh masyarakat kutai.Yang menjadi perangkat Kutai ialah Ketua Kutai,Imam,Kepala desa dan perangkatnya. Dalam Mufakat ini menentukan
• Hari Penentuan akad nikah(jam berapa akan dilakukan)
• ........................................................................................
Pada malam harinya biasanya dilakukan inai curi.
4) Hari ke-4 : Disebut hari maulud(hari puncaknya)/akad nikah
a. Acara Mengantar Pengantin
Acara mengantar pengantin merupakan sebutan masyarakat adat Rejang yakni acara membawa pengantin dari rumahnya ke rumah pengantin perempuan,acara ini biasa dilakukan dengan meriah sekali diiringi dengan alat-alat kesenian rejang dan doa.
Sebelum berangkat,terlebih dahulu orang tua mempercikan air SITAWAR SIDINGIN terhadapo pengantin laki-laki serta membaca doa selamat dan kesejahteraan.Pengantin Juga didampingi seorang pengapit,fungsinya untuk mendampingi dan memberi petunjuk-petunjuk serta isyarat-isyarat yang mungkin diperlukan sejak berangkat sampai selesai adak nikah.
b. Akad Nikah/ijab kabul
Akad nikah biasa dilakukan dihadapan penghulu.
c. Benapa
setelah ijab kabul dilakukan lah Jamuan kutai dan seni sarafal anam(bedeker),walau sarat dengans eni akan tetapi pada intinya memeriahkan dan mengumumkan bahwa pengantin berdua telah diijab kabul dan inilah dinamakan dengan dengan benapa.”Benapa dilakukan dijalan raya sambil mengiringi kedua pengantin dan sekaligus mengajak anggota sarafal anam untuk bergabung” .
Pada hari ini malamnya,pengantin pria tidak boleh menginap di tempat kediaman pengantin perempuan.maka pengantin laki-laki dan keluarganya mencari tempat terdekat untuk menginap
5) Hari ke-5 : Hari pengantin bercampur
Jika tidak ada acara lagi.Rombongan pengantin laki-laki dan pengantin kembali datang ke tempat perempuan.Dan rombongan pengantin perempuan harus menyambut.
Sebelum pengantin bercampur ada perang lidah yakni pantun bersahut.Dan setelah itu pengantin duduk diatas pelaminan.
6) Hari ke-6 : Hari mandi-mandi
Pada hari ini pengantin dimandikan di tepi pengunjung.Airnya dengan kembang 7 warna.Awalnya ke-2 pengantin memandikan masing-masing segayung.Lalu baru Ibu si Pengantin yang memandikan(menandakan Ibu pengantin perempuan telah melepas anaknya).
2. Bimbang Kecil
Bimbang Kecil lamanya hanya 4 hari,yakni:
1) Hari mufakat sanak-sanak
2) Hari mufakat rajo penghulu
3) Hari maulud
4) Hari pengantin bercampur
3. Bimbang maulud
Bimbang maulud hanya terdiri dari 2 hari,yakni:
1) Hari ke-1:mufakat sanak-sanak dan rajo penghulu
2) Ha0ri ke-2: hari maulud dan hari pengantin bercampur.
Untuk lebih terperinci maslah 3 acara pokok perkawinan,berikut pelaksanaanya:
5) Hari ke-5 : Hari pengantin bercampur
Jika tidak ada acara lagi.Rombongan pengantin laki-laki dan pengantin kembali datang ke tempat perempuan.Dan rombongan pengantin perempuan harus menyambut.
Sebelum pengantin bercampur ada perang lidah yakni pantun bersahut.Dan setelah itu pengantin duduk diatas pelaminan.
6) Hari ke-6 : Hari mandi-mandi
Pada hari ini pengantin dimandikan di tepi pengunjung.Airnya dengan kembang 7 warna.Awalnya ke-2 pengantin memandikan masing-masing segayung.Lalu baru Ibu si Pengantin yang memandikan(menandakan Ibu pengantin perempuan telah melepas anaknya).
2. Bimbang Kecil
Bimbang Kecil lamanya hanya 4 hari,yakni:
1) Hari mufakat sanak-sanak
2) Hari mufakat rajo penghulu
3) Hari maulud
4) Hari pengantin bercampur
3. Bimbang maulud
Bimbang maulud hanya terdiri dari 2 hari,yakni:
1) Hari ke-1:mufakat sanak-sanak dan rajo penghulu
2) Ha0ri ke-2: hari maulud dan hari pengantin bercampur.
Untuk lebih terperinci maslah 3 acara pokok perkawinan,berikut pelaksanaanya:
a. Upacara sebelum perkawinan, yang terdiri dari :
1. Meletak Uang, yaitu upacara pemberian uang atau barang e0mas yang dilakukan oleh kedua calon mempelai di rumah si gadis, dengan disaksikan oleh keluarga kedua belah pihak. Maksud upacara ini adalah memberi tanda ikatan bahwa bujang dan gadis tersebut sudah sepakat untuk menikah.
2. Mengasen, yaitu meminang yang dilakukan di rumah keluarga si gadis.
3. Jemejai atau Semakup Asen, yaitu upacara terakhir dalam peminangan yang merupakan pembulatan kemufakatan antara kedua belah pihak. Tujuan upacara ini adalah untuk : meresmikan atau mengumumkan kepada masyarakat bahwa bujang dan gadis tersebut telah bertunangan dan akan segera menikah; mengantar uang antaran (mas kawin), dan menyampaikan kepada Ketua Adat mengenai kedudukan kedua mempelai itu nantinya setelah menikah.
b. Upacara pelaksanaan perkawinan
Upacara pelaksanaan perkawinan pada suku Rejang pada umumnya terdiri dari dua macam upacara, yaitu Mengikeak dan kemudian diikuti dengan Uleak. Mengikeak adalah upacara akad nikah dan upacara Uleak adalah pesta keramaian perkawinan. Pelaksanaan Mengikeak biasanya dilaksanakan di tempat pihak yang mengadakan Uleak, namun demikian berdasarkan permufakatan bisa saja mengikeak dilaksanakan di rumah mempelai pria dan Uleak dilaksanakan di rumah mempelai wanita. Dalam permufakatan adat hal seperti ini disebut : Mengikeak keme, uleak udi artinya menikah kami merayakannya kamu.
c. Upacara Sesudah perkawinan
Pada zaman sekarang berbagai upacara sesudah pelaksanaan perkawinan tidak begitu diperhatikan lagi. Pada zaman dahulu setelah upacara perkawinan, dilakukan pula berbagai upacara yaitu :
• Mengembalikan alat-alat yang dipinjam dari anggota dan masyarakat dusun.
• Pengantin mandi-mandian, melambangkan mandi terakhir bagi kedua mempelai dalam statusnya sebagai bujang (jejaka) dan gadis.
• Doa selamat.
• Cemucu Bioa, yaitu berziarah ke makam-makam para leluhur.
• Adat Menetap Sesudah Perkawinan.
• Adat (mulang apei)Silahturrahim kerumah orang tua suami setelah perkawinan
• Istilah menggegam Bungai dan bertempat tinggal.Dalam hubungannya dengan adat rejang seorang istri yang baru saja menikah itu ibarat bunga yang senantiasa harus dijaga dan disayangi karena kemungkinan jiwanya belum begitu stabil dengan rumah tangga yang baru, namun semua ini berangkat dari pemikiran adat.
Apabila akad nikah dan upacara perkawinan telah dilakukan, maka kedua mempelai itu telah terikat oleh norma adat yang berlaku. Kebebasan bergaul seperti pada masa bujang dan gadis hilang, dan berganti ke dalam ikatan keluarga di mana mereka bertempat tinggal. Status tempat tinggal (Duduk Letok) mereka ditentukan oleh hasil permufakatan yang telah diputuskan dalam upacara Asen.
Bagi suku bangsa Rejang ada dua macam Asen, yakni Asen Beleket dan Asen Semendo. Asen Beleket artinya mempelai perempuan masuk ke dalam keluarga pihak laki-laki, baik tempat tinggalnya maupun sistem kekerabatannya. Asen Beleket dibedakan lagi dalam dua macam Asen, yaitu Leket Putus dan Leket Coa Putus(tidakputus).
Pada Leket Putus, hubungan mempelai perempuan dengan pihak keluarganya diputuskan sama sekali. mempelai perempuan tersebut sepenuhnya menjadi hak keluarga pihak laki-laki. Apabila suaminya meninggal terlebih dahulu, maka perempuan tersebut tetap tinggal di lingkungan keluarga suaminya. Biasanya ia dinikahkan dengan saudara suaminya atau sanak saudara suaminya yang lain, tanpa membayar uang apa-apa dan ia tidak boleh menolak. Pada Leket Coa Putus hubungan mempelai perempuan dengan keluarganya tidak terputus sama sekali.
Pada Asen Semendo terdapat banyak variasi. Pada mulanya Asen Semendo merupakan lawan atau kebalikan dari Asen Beleket, yakni :
1) Semendo Nyep Coa Binggur (hilang tidak terbatas)
mempelai laki-laki masuk dan menjadi hak pihak keluarga perempuan sepenuhnya.
2) Semendo Nyep/Tunakep (menangkap burung sedang terbang)
mempelai laki-laki dianggap oleh keluarga pihak perempuan sebagai seorang yang datang tidak membawa apa-apa. Jika terjadi perceraian atau laki-laki tersebut meninggal terlebih dahulu maka semua hak warisnya jatuh kepada isterinya.
3) Semendo Sementoro/Benggen (berbatas waktu)
mempelai laki-laki pada awal kehidupan berkeluarga harus tinggal dalam lingkungan keluarga pihak mempelai perempuan, setelah itu dia bersama isterinya dapat tinggal dalam lingkungan keluarga asalnya atau membentuk lingkungan keluarganya sendiri.
4) Semendo Rajo-Rajo
yaitu apabila kedua mempelai berasal dari dua keluarga yang sama kuat atau sederajat. Kedudukan dan tempat tinggal kedua mempelai setelah perkawinan diserahkan sepenuhnya kepada kedua mempelai untuk memutuskannya.
Sumber: Berbagai data
Abdullah Sidik,1981,Hukum adat rejang.Jakarta:PN.Balai Pustaka
Imam Sudiyat,1981,Hukum Adat Sketsa Asas,Yogyakarta:Liberty Yogyakarta
Kadirman,2004,Ireak Cao Kutei Jang,Jakarta:PN.Balai Pustaka
Ropiyanto,2006,Nilai Religius Dalam Adat Perkawinan Rejang,Curup
curupkami.blogspot.com
Imam Sudiyat,1981,Hukum Adat Sketsa Asas,Yogyakarta:Liberty Yogyakarta
Kadirman,2004,Ireak Cao Kutei Jang,Jakarta:PN.Balai Pustaka
Ropiyanto,2006,Nilai Religius Dalam Adat Perkawinan Rejang,Curup
curupkami.blogspot.com
JIKA ADA YANG SALAH,MOHON PETUNJUKNYA
SEMOGA BERMANFAAT
coba kamu baca di literatur histori of sumatera di blogku, ada kok tentang detail artikelmu ini.
ReplyDeleteAku menguploadnya satu ebook penuh.
http://rejang-lebong.blogspot.com/2008/02/to-read-book-please-click-tittle-below.html
di buku ini detail suku rejang yang di petik abdulla siddik bsia kamu baca dengan lengkap.
salam
abang